Subjek
- #Nilai Konsumsi
- #Subkultur Menjadi Mainstream
- #Perubahan Sistem Sosial
- #Generasi Alpha
- #Budaya Digital
Dibuat: 2024-04-20
Dibuat: 2024-04-20 17:35
Generasi Alpha lahir di era masyarakat yang serba ada dan sepenuhnya beradaptasi dengan teknologi digital. Budaya dan nilai-nilai mereka sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, dan diperkirakan akan mendorong perubahan, mulai dari tren konsumsi hingga sistem sosial.
Secara global, Generasi Alpha adalah generasi yang lahir antara tahun 2011 hingga 2024. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang merasakan puncak perkembangan teknologi, sehingga disebut sebagai 'digital native'. Mereka menggunakan perangkat digital seperti smartphone dan internet dengan mudah dan alami, serta menciptakan nilai dan budaya baru. Diperkirakan, dengan Generasi Alpha sebagai porosnya, masyarakat di masa depan akan memiliki wajah yang sangat berbeda dari sekarang.
Di Korea, diperkirakan jumlah kelahiran Generasi Alpha sekitar 4,5 juta orang. Namun, karena fenomena penurunan angka kelahiran, jumlah penduduk mereka lebih sedikit dibandingkan generasi sebelumnya, yaitu Generasi Z.
Generasi Alpha terpapar budaya digital seperti smartphone, media sosial, dan layanan OTT sejak lahir. Mereka tumbuh sambil dengan mudah menikmati YouTube, TikTok, Netflix, dan lainnya. Bagi mereka, teknologi digital seperti 'bahasa ibu'. Generasi Z, generasi sebelum mereka, mengalami proses digitalisasi budaya, tetapi Generasi Alpha lahir setelahnya dan menikmati kehidupan digital di mana saja dan kapan saja.
Generasi Alpha, yang orang tuanya merupakan Generasi Milenial yang terbuka terhadap budaya populer Jepang, secara alami menerima subkultur yang sebelumnya dianggap 'non-mainstream'. Khususnya, di TikTok, berbagai klip animasi, OST dari mesin sintesis suara, dan lainnya membanjiri platform tersebut, sehingga subkultur menjadi bagian dari budaya utama. Di kalangan siswa sekolah dasar, menengah pertama, dan atas, penggunaan kata 'otaku' untuk menyebut teman sebaya dengan nada penghinaan pun berkurang drastis.
Generasi Alpha lahir di masa ekonomi yang lesu, sehingga cenderung menghindari konsumsi barang mewah. Diperkirakan, konsumsi yang berlebihan akan berkurang, dan budaya konsumsi yang praktis dan hemat akan berkembang. Mereka cenderung tidak terobsesi dengan barang-barang mewah seperti barang-barang bermerek, mobil mahal, atau perjalanan ke luar negeri seperti orang tua mereka, Generasi Milenial, melainkan lebih mungkin untuk mengonsumsi secara bijak di tempat yang bernilai.
Penurunan jumlah penduduk Generasi Alpha akibat rendahnya angka kelahiran diperkirakan akan memicu perubahan berbagai sistem. Diperkirakan akan terjadi restrukturisasi sekolah dalam skala besar karena penurunan jumlah siswa usia sekolah dasar yang akan mulai memasuki sekolah dasar pada pertengahan tahun 2020-an.
Selain itu, pada tahun 2030-an, rendahnya angka kelahiran akan menyulitkan perekrutan wajib militer, sehingga kemungkinan besar akan dibahas mengenai penerapan wajib militer bagi perempuan, perpanjangan masa tugas, promosi imigrasi dan masyarakat multikultural, serta rencana perbaikan sistem militer lainnya. Penurunan angka kelahiran juga akan berdampak pada penurunan kebutuhan pendidikan tinggi, sehingga kemungkinan besar persepsi Generasi Alpha terhadap pendidikan tinggi juga akan berubah.
Generasi Alpha menganggap wajar kehidupan digital, memiliki nilai-nilai konsumsi yang hemat dan rasional, serta menunjukkan sikap terbuka dalam menerima subkultur sebagai bagian dari budaya utama. Dengan karakteristik tersebut, diperkirakan masyarakat di masa depan yang dipimpin oleh Generasi Alpha akan sangat berbeda dari sekarang. Mulai dari sekolah, militer, hingga budaya kuliah, semuanya akan mengalami perubahan mendasar.
Komentar0